Sabtu, 31 Desember 2016

KETERKAITAN LOGIKA TERHADAP ILMU PENGETAHUAN



KETERKAITAN LOGIKA TERHADAP ILMU PENGETAHUAN

1.     Kaitan Logika Dengan Epistemologi
Epistemologi, berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti kata, pembicaraan atau ilmu. Epistemologi adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.
Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
Epistemologi (filsafat ilmu) adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan. Perbedaan landasan ontologik menyebabkan perbedaan dalam menentukan metode yang dipilih dalam upaya memperoleh pengetahuan yang benar. Akal, akal budi, pengalaman, atau kombinasi akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana mencari pengetahuan yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal model‑model epistemologik seperti rasionalisme, empirisme, rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi dan sebagainya. Epistemologi juga membahas bagaimana menilai kelebihan dan kelemahan suatu model epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah), seperti teori koherensi, korespondesi pragmatis, dan teori intersubjektif.

Pengetahuan merupakan daerah persinggungan antara benar dan diperca-ya. Pengetahuan bisa diperoleh dari akal sehat yaitu melalui pengalaman secara tidak sengaja yang bersifat sporadis dan kebetulan sehingga cenderung bersifat kebiasaan dan pengulangan, cenderung bersifat kabur dan samar dan karenanya merupakan pengetahuan yang tidak teruji. Ilmu pengetahuan (sains) diperoleh berdasarkan analisis dengan langkah-langkah yang sistematis (metode ilmiah) menggunakan nalar yang logis. Sarana berpikir ilmiah adalah bahasa, matematika dan statistika.
Metode ilmiah mengga-bungkan cara berpikir deduktif dan induktif sehingga menjadi jembatan penghu-bung antara penjelasan teoritis dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris. Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak. Dengan metode ilmiah berbagai penjelasan teoritis (atau ju-ga naluri) dapat diuji, apakah sesuai dengan kenyataan empiris atau tidak. Kebenaran pengetahuan dilihat dari kesesuaian artinya dengan fakta yang ada, dengan putusan-putusan lain yang telah diakui kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah tidaknya teori tersebut bagi kehidupan manusia.
Jika seseorang ingin membuktikan kebenaran suatu pengetahuan maka cara, sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun pengetahuan tersebut harus benar. Apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Itulah sebabnya ilmu pengetahan selalu berubah-ubah dan berkembang. hubungan logika dengan epistemology adalah sama-sama dari cabang besar filsafat, yaitu teori pengetahuan. Epistemologi merupakan pengetahuan dari segi isinya, sedangkan logika merupakan kebenaran ditinjau dari segi bentuknya. Ini tertuang dalam cabang besar filsafat yaitu        :
1.      Persoalan keberadaan atau eksistensi, yaitu metafisika
2.      Persoalan pengetahuan atau kebenaran, yaitu epistemology dan logika
3.      Persoalan nilai, yaitu etika dan estetika.
Karena itulah hubungan antara keduanya saling melengkapi sebagai cabang filsafat yaitu teori pengetahuan.


A.    Kaitan Logika Dengan Matematika
Matematika mendapatkan momentum baru dalam peradaban Yunani yang sangat memperhatikan aspek estetik dari matematika. Dapat dikatakan bahwa Yunanilah yang meletakkan dasar matematika sebagai cara berpikir rasional dengan menetapkan berbagai langkah dan definisi tertentu. Bagi dunia keilmuan matematika berperan sebaagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi yang cermat dan tepat.
Matematika dalam hubungannya dengan komunikasi ilmiah mempunyai peranan ganda (kata Fehr) yakni sebagai ratu daan pelayanan ilmu. Sebagai ratu matematika merupakan bentuk tertinggi dari logika, sedangkan pelayanan matematika memberikan sistem pengorganisasian ilmu yang bersifat logis serta pernyataan dalam bentuk model matematika. Matematika bukan saja menyampaikan informasi secara jelas dan tepat namun juga singkat.
Dalam bahasa verbal, rumus ditulis memerlukan banyak kalimat, dimana makin banyak kata yang digunakan maka makin besar pila peluang untuk terjadinya salah informasi atau salah interpretasi dan jika bahasa matematika cukup ditulis dengan model yang sederhana sekali. Matematika memiliki ciri yang bersifat ekonomis dengan kata-kata. Matematika tidak bersifat tunggal melainkan jamak seperti logika. Ilmu ukur Non-Euclid mulanya hanya bersifat akademis. Ada dua sistem ilmu ukur yaitu ilmu ukur Euclid atau ilmu ukur Noneuclid (Rudolf Carnap : 1931)
 Konsep matematika dapat diturunkan dari konsep-konsep logika dengan melalui batasan-batasan yang jelas. Dalil-dalil matematika dapat diturunkan dari aksioma-aksioma logika dengan perantara deduksi logis secara murni. Menurut Betrand Russel Logika adalah masa muda matematika dan matematika adalah masa dewasa logika.

B.     Logika dan Bahasa
Bahasa merupakan alat berpikir yang apabila dikuasai dan digunakan dengantepat, maka akan dapat membantu kita memperoleh kecakapan berpikir, berlogika dengantepat. Logis, atau masuk akal, merupakan ukuran yang hampir selalu dipakai dalamkehidupan sehari-hari, tidak hanya dalam kegiatan berilmu. Dalam pembicaraan yangtidak penting pun lawan bicara kita selalu menuntut penjelasan yang logis.

Dalam berilmu, yaitu mengembangkan, memahami dan mengkomunikasikan ilmu logis atau tidak merupakan ukuran mutlak. Inilah alat ukurnya, sebagaimana termometer digunakanuntuk mengukur suhu tubuh.Ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui proses tertentu, yaitu proses pemikiran yang bernalar. Proses berpikir tersebut mesti dilakukan dengan caratertentu, karena itulah selalu disebut dengan “displin ilmu”.
Proses menuju kesimpulan hanya dianggap sahih jika dilakukan menurut cara tertentu yang disebut logika. Jadi,secara sederhana, logika dapat didefinisikan sebagai pembicaraan tentang bagaimana berfikir secara sahih (valid). Atau, dalam ungkapan lain, dapat juga disebut dengan aturan bagaimana berfikir secara benar (correct).Inilah inti dalam kajian logika. Ukuran-ukuran logika menjadi penentu untuk menguji apakah seseorang telah berfikir secara benar atau salah. Cara mengujinya adalah melalui serangkaian hukum atau pola. Pola dasarnya adalah bagaimana pengetahuan barudisusun dari pengetahuan lama. Disinilah peran premis dan kesimpulan. Logika bertolak dari sejumlah premis yang sudah diketahui untuk menghasilkan satu pengetahuan yang baru.
Dalam kegiatan ini, logika mengendalikan gerak fikiran supaya tetap mengikuti pola yang sudah distandarisasi. Standariasasi berlaku secara keilmuan atau menurut ilmu bersangkutan. Standarisasi tiap ilmu tidak persis sama, meskipun dalam ketentuan dasarnya sama.Logika sebagai cara menarik kesimpulan, bekerja dalam bentuk kata, istilah, dan kalimat.Kata-kata dipilih dan disusun secara tepat. Pemilihan dan penempatannya akan menentukan makna yang dikandungnya. Semua ini termasuk dalam lingkup berbahasa. Satu hal mendasar dalam konteks ini adalah tentang premis dan kesimpulan.
Premis adalah apa yang dianggap benar sebagai landasan untuk menarik kesimpulan. Ia menjadidasar pemikiran dan alasan atau dapat juga disebut dengan asumsi. Dalam pengertianformal, premis adalah kalimat atau proposisi yg dijadikan dasar dalam menarik kesimpulan secara logis. Kesimpulan yang benar diperoleh bila premisnya benar pula,dan sebaliknya, meskipun proses logika tetap terpenuhi.
Bahasa memiliki peran yang sangat esensial dalam konteks logika dan berilmu. Ia sangat membantu, namun secara bersamaan juga dapat sangat mencelakakan, yaitu jika penggunaannya tidak tepat. Kegiatan berilmu akan mati bila terjadi kekeliruan penerapan bahasa di antara para penggiatnya. Ini karena bahasa bagi manusia merupakan pernyataan pikiran atau perasaan yang paling komunikatif. Gerak tubuh dan mimik muka dapat menginformasikan sesuatu, namun sangat terbatas penerapannya.
Bahasa juga penting dalam pembentukan penalaran ilmiah, karena penalaran ilmiah mempelajari bagaimana caranya menyusun uraian yang tepat dan sesuai dengan pembuktian - pembuktian secara benar dan jelas. Untuk kelompok tertentu, agar komunikasi di antara mereka lebih efisien dan efektif, mereka menciptakan bahasa tersendiri. Mereka menciptakan dan menyepakati kata-kata, baik kata yang diambil darikata-kata yang sudah ada dalam kehidupan sehari-hari, atau secara sengaja membuat kata-kata yang baru sama sekali.
Logika sangat terkait dengan konsep bahasa. Di sisi sebaliknya, setiap bahasa memiliki logikanya sendiri. Bahasa yang disusun oleh sekelompok masyarakat mengandung kekhasan dimana berbagai kultur dalam arti luas menjadi basis pembentukan bahasa tersebut. Inilah salah satu point yang harus dipertimbangkan misalnya dalam proses penerjemahan satu pemikiran dari satu bahasa ke bahasa lain.
Menurut Irving Copi, bukan berarti seseorang dengan sendirinya mampu menalar atau berpikir secara tepat hanya dengan mempelajari logika, meskipun ia sudah memiliki pengetahuan mengenai metode dan prinsip berpikir. Dalam logika dibutuhkan pengetahuan serta keterampilan. Pengetahuan mengenai metode-metode dan prinsip- prinsip berpikir harus dimiliki bila seseorang ingin melatih kemampuannya dalam berpikir. Sebaliknya pula, seseorang hanya bisa mengembangkan keterampilan berpikirnya bila sudah menguasai metode-metode dan prinsip-prinsip berfikir.
Tanpa bahasa manusia tidak mampu berfikir. Bahkan ketika masih ”dalam kepalanya”, sebelum diucapkan sekalipun, manusia sudah menggunakan bahasa. Ada tiga fungsi bahasa yang utama yaitu untuk mengkomunikasikan, mengekspresikan perasanaan,dan membangkitkan atau mencegah perilaku tertentu. Ada kalanya ketiga fungsi ini dapat dijalankan sekaligus, namun dapat juga terpisah, atau dua di antaranya.
Dalam dunia ilmiah, harus dihindari berbagai kesalahan (atau kesesatan), dimana berbahasa secara tepat dan tidak emotif menjadi salah satu pedoman yang harus dipatuhi. Hanya dengan bahasa yang netral, maka informasi yang disampaikan dapat diterima dengan tepat. Ketrampilan berargumen, terutama argumen deduktif, merupakan syarat pokok dalam berilmu.Melalui nalar deduktif diperoleh kesimpulan (conclusion) sehingga dapatmenyimpulkan apakah sesuatu yang disampaikan dapat dinilai kebenarannya (benar atausalah) dan kevalidannya (valid atau tidak valid).
Sudah dijelaskan di atas bahwa logika merupakan hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Jelaslah bahwa logika memiliki pertalian yang erat dengan bahasa. Jadi apabila kita ingin mempelajari logika, mulailahdengan melihat hubungan antara bahasa dan logika atau sebaliknya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar