Teori Piaget dan Tahapannya
Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang
besar pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran para pakar kognitif
lainnya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses
genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan
sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin
komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya.
Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis
dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan
kualitatif didalam struktur kognitifnya. Piaget tidak melihat
perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara
kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan metal anak yang
berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti
pola dan tahap-tahap perkembangannya sesuai dengan umurnya. Pola dan
tahap-tahap ini bersifat hirarkhis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan
tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap
kognitifnya.
Dalam
teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari
fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog
developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi
serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut
Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang
sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif,
melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak
yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Jean
Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi beberapa
tahap yaitu:
a.
Tahap sensory – motor, yakni
perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap ini
diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
Ciri-ciri tahap sensorimotor :
1)
Didasarkan tindakan praktis.
2)
Inteligensi bersifat aksi, bukan refleksi.
3)
Menyangkut jarak yang pendek antara subjek
dan objek.
4)
Mengenai periode sensorimotor:
5)
Umur hanyalah pendekatan. Periode-periode
tergantung pd banyak faktor lingkungan sosial dan kematangan fisik.
6)
Urutan periode tetap.
7)
Perkembangan gradual dan merupakan proses
yang kontinu.
b.
Tahap pre – operational, yakni
perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini
diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telah
dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
c.
Tahap concrete – operational,
yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai
menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan
diri pada karakteristik perseptual pasif.
d.
Tahap formal – operational, yakni
perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok
tahap yang terahir ini adalahanak sudah mampu berpikir abstrak dan logisdengan
menggunakan pola pikir “kemungkinan”.
Dalam
pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara
simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi
jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif
yang telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi
jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi
/ di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.
Dalam
teori perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan
(equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah
pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya.Equilibrasi ini dapat
dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga
seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses
perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium
melalui asimilasi dan akomodasi
Menurut
Jean Piagiet, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu
:
1. Asimilasi yaitu
proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif
yang sudah ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui
prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses
pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa),
dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) itu yang disebut
asimilasi.
2. Akomodasi yaitu
penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika siswa
diberi soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian
tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik itu yang disebut akomodasi.
3. Equilibrasi (penyeimbangan)
yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Contoh, agar
siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, maka yang
bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang memerlukan proses
penyeimbangan antara “dunia dalam” dan “dunia luar”.
Proses
belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensori motor tentu lain dengan
yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (pra-operasional) dan
lain lagi yang dialami siswa lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi
(operasional kongrit dan operasional formal). Jadi, secara umum, semakin tinggi
tingkat kognitif seseorang, semakin teratur (dan juga semakin abstrak) cara
berfikirnya.
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil
apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta
didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek
fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh
pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan
kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari
dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar